![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzcnkRSl_bHUHH3SEe6LsEgRBfJ8N_mEbGOF1LZq29hMkScmpw5qeM2tD6rL5Hmx1Xwh0mL-uI4PDMoCq_Xn4llqOG3xMwyE1RqXqpbZ5ncdJVqLZlIAZZtzcneRQHw2g3AjYLMdtwxrwL/s320/feudalism.jpg)
Feodalisme
Setengah Feodal
Sistem setengah feodal muncul akibat dominasi dari imperialisme dalam masyarakat feodal lama. Imperialisme tidak menghancurkan masyarakat feodal lama menjadi sistem kapitalisme, karena imperialisme hanya membutuhkan bahan mentah yang melimpah, tenaga produksi yang murah dan luasnya pasar bagi produk mereka Di pedesaan kapital berwujud sebagai riba dan perdagangan produk pertanian atau bahan mentah. Di dalam setengah feodal tidak terdapat industri dasar (basic industry). Industri yang ada adalah manufaktur, perakitan, pengepakan yang berorientasi ekspor. Secara nasional industri sangat bergantung pada impor akan tekonologi dan mesin produksi yang maju. Perdagangan didominasi oleh para borjuis besar komprador, dengan konsentrasi pada ekspor produk pertanian, bahan mentah, dan produk hasil manufaktur. Persoalan tanah (secara umum agraria) adalah masalah utama masyarakat sistem ini. Elemen kelas penguasa setengah feodal, yaitu tuan tanah dan sebagian tani kaya masih menggunakan cara berpikir feodal dalam mengakumulasi kekayaan. Kalau mereka mempunyai pendapatan yang berlebih digunakan untuk memiliki atau menguasai tanah yang lebih luas, karena kemampuan mereka berusaha di luar pertanian sangat kecil. Walaupun sebagian ada yang menanamkan saham pada sektor perdagangan untuk menjadi borjuasi besar komprador. Imperialisme di Indonesia pernah melakukan liberalisasi tanah di tahun 1870 yang mengatur tentang kepemilikan partikelir. Namun hal tersebut tetap tidak merubah struktur sistem feodalisme di Indonesia karena tetap saja ada monopoli penguasaan dan pemilikan tanah yang mempertahankan masyarakat feodal lama dan hubungan penindasannya. Sewa tanah bukan merupakan profit atau laba yang didapat tuan tanah dari produksi pertanian. Karena di dalam produksi pertanian sistem feodalisme tanah bukan merupakan kapital, dan tuan tanah memperoleh sewa tanah dari produk lebih (surplus product) pertanian yang dikerjakan oleh petani secara cuma-cuma dan tanpa bekerja (petani yang bekerja mendapat hasil produksi, namun sebagian besar hasil panennya untuk tuan tanah feodal). Tuan tanah tidak perlu menanam modal dan berpartisipasi langsung dalam produksi namun akan mendapat bagian yang besar dalam produksi pertanian. Sewa tanah adalah pajak yang secara paksa ditetapkan oleh tuan tanah feodal karena monopoli penguasaan tanah tanpa kapital. Tanah berbeda dengan mesin produksi dalam sistem kapitalisme, karena mesin ketika dioperasikan oleh kelas proletar sanggup memproduksi barang yang menambah nilai baru dari kapital tersebut dan dan berkembang maju. Sedangkan tanah adalah sasaran kerja yang statis perkembangannya dan tidak akan bernilai baru walaupun telah dikerjakan oleh petani. Tuan tanah feodal memperluas penguasaan tanahnya melalui perampasan tanah (land grabbing) yang sebagian besar metodenya adalah kekerasan dan pemaksaan oleh alat kelasnya, yaitu mesin-mesin negara reaksioner. Karena adanya monopoli tanah, maka tanah menjadi terbatas dan menjadi komoditi di pasar. Monopoli tanah, sewa tanah, dan harga tanah menghambat produksi walaupun dalam masyarakat kapitalis. Di dalam sistem setengah feodal terdapat pertanian atau perkebunan yang dikelola secara hubungan produksi feodal dan ada pula yang secara hubungan produksi kapitalis. Hal ini yang menyebabkan adanya perbedaan tipe sewa tanah. Perbedaannya adalah bila sewa tanah feodal berbasis pada hubungan poduksi feodal, bentuk utamanya adalah produk lebih dalam sistem feodalisme, dan diproduksi tanpa investasi. Sedangkan dalam sewa tanah kapitalis adalah berbasis hubungan produksi kapitalis, hanya sebagian dari nilai lebih dan kuantitasnya ditentukan oleh laba, dapat diekstraksi (diperoleh secara berlebihan melalui penghisapan) dari penggunaan kapital dalam produksi. Maka dalam sewa tanah kapitalis, produksi selalu dipaksa untuk ditingkatkan agar mereka dapat mengutip pajak yang tinggi dari pertani atau buruh tani yang bekerja.***
Ditengah masyarakat SJSF, Feodalisme menemukan bentuk baru
Feodalisme intinya adalah monopoli penguasaan tanah dan alat kerjanya berada di tangan tuan tanah, mereka tidak berpartisipasi dalam produksi karena mempekerjakan buruh tani, petani miskin dan petani sedang bawah, akan tetapi keuntungan terbesar hasil produksi diambil oleh mereka untuk keperluan hidupnya. Mereka menindas para pekerja dengan cara bagi hasil (maro, mrapat, mretelu), dan juga menggunakan sistem borongan dan upah yang sangat rendah. Meskipun sistem dunia hari ini adalah dominasi kapitalisme, akan tetapi di Indonesia perkembangan kapitalisme hingga imperialisme sebagai bentuk perkembangannya yang paling akhir, feodalime di Indonesia menjadi basis sosial yang membuat imperialis berdominasi. Feodalime telah membantu imperialisme sehingga dapat mengambil tanah rakyat dengan mudah, mobilisasi tenaga kerja murah dan memperoleh bahan mentah untuk kepentingan industri kapitalis dengan murah dan melimpah. Betul bahwa di Indonesia kepemilikan tanah perseorangan yang sangat luas oleh tuan tanah, secara kwantitas tidak lagi sebesar zaman VOC atau Sistem Tanam Paksa, di mana para bangsawan dan tuan tanah desa masih sangat berdominasi. Akan tetapi data hari ini menunjukkan bahwa penguasaan tanah masih terkonsentrasi pada: pengusaha-pengusaha perkebunan negara maupun perseorangan, di tangan institusi militer, di tangan pengusaha-pengusaha pemegang HPH secara korupsi, kolusi dan nepotisme, ditangan pemodal yang mengkonsolidasikan tanah petani dengan cara sewa dan kontrak jangka panjang, di tangan perseorangan pemegang hak absentee, tuan tanah desa penguasa tanah luas di luar batas maksimum menurut Undang-Undang Agraria 1960, dan semua tuan tanah pemilik tanah luas dan tidak berpartisipasi (mempekerjakan orang lain) dalam produksi akan tetapi mengeruk keuntungan yang besar dan bergantung hidupnya dari penguasaan tanah tersebut. Mereka adalah kaum yang kemudian disebut tuan tanah dalam kenyataan hari ini, pada zaman setengah feodal, di bawah dominasi imperialisme. Demikian pula klas-klas parasit lain yang mengikuti setengah feodal ini juga masih banyak kita jumpai mereka adalah: Para lintah darat (bank perkreditan) yang meminjamkan uang dengan bunga yang mencekik leher petani, Tukang Ijon dan tengkulak besar yang pada hakekatnya borjuasi komprador dan tuan tanah (penebas dan pengepul besar) yang memainkan harga hasil produksi petani. Benar bahwa, sistem feodalisme telah didisintegrasikan, namun sistem kapitalisme tidak dapat mendominasi secara penuh. Dalam sistem setengah feodal, ekonomi mencukupi kebutuhan sendiri (nilai guna) tidak terlalu mendominasi bahkan telah dihapuskan, karena produksi pertanian dari petani diorientasikan untuk di perjual belikan atau di orientasi untuk pasar. Artinya ditengah masyarakat setengah feodal, kaum tani tidak hanya menanam tanaman pangan untuk kebutuhan substansi mereka mereka tetapi juga tanaman untuk memenuhi kebutuhan pasar baik pasar dalam negeri maupun pasar dunia. Sistem setengah feodal muncul akibat dominasi dari Imperialisme dalam masyarakat feodal lama. Imperialisme tidak menghancurkan masyarakat feodal lama menjadi sistem kapitalisme, Karena imperialisme hanya mem-butuhkan bahan mentah yang melimpah, tenaga produksi yang murah dan luasnya pasar bagi produk mereka. #### “ Data hari ini menunjukkan bahwa penguasaan tanah masih terkonsentrasi pada: pengusaha-pengusaha perkebunan negara maupun perseorangan, di tangan institusi militer, di tangan pengusaha-pengusaha pemegang HPH secara korupsi, kolusi dan nepotisme, ditangan pemodal yang mengkonsolidasikan tanah petani dengan cara sewa dan kontrak jangka panjang, di tangan perseorangan pemegang hak absentee, tuan tanah desa penguasa tanah luas di luar batas maksimum menurut Undang-Undang Agraria 1960, ” Setengah Feodal
Sistem setengah feodal muncul akibat dominasi dari imperialisme dalam masyarakat feodal lama. Imperialisme tidak menghancurkan masyarakat feodal lama menjadi sistem kapitalisme, karena imperialisme hanya membutuhkan bahan mentah yang melimpah, tenaga produksi yang murah dan luasnya pasar bagi produk mereka Di pedesaan kapital berwujud sebagai riba dan perdagangan produk pertanian atau bahan mentah. Di dalam setengah feodal tidak terdapat industri dasar (basic industry). Industri yang ada adalah manufaktur, perakitan, pengepakan yang berorientasi ekspor. Secara nasional industri sangat bergantung pada impor akan tekonologi dan mesin produksi yang maju. Perdagangan didominasi oleh para borjuis besar komprador, dengan konsentrasi pada ekspor produk pertanian, bahan mentah, dan produk hasil manufaktur. Persoalan tanah (secara umum agraria) adalah masalah utama masyarakat sistem ini. Elemen kelas penguasa setengah feodal, yaitu tuan tanah dan sebagian tani kaya masih menggunakan cara berpikir feodal dalam mengakumulasi kekayaan. Kalau mereka mempunyai pendapatan yang berlebih digunakan untuk memiliki atau menguasai tanah yang lebih luas, karena kemampuan mereka berusaha di luar pertanian sangat kecil. Walaupun sebagian ada yang menanamkan saham pada sektor perdagangan untuk menjadi borjuasi besar komprador. Imperialisme di Indonesia pernah melakukan liberalisasi tanah di tahun 1870 yang mengatur tentang kepemilikan partikelir. Namun hal tersebut tetap tidak merubah struktur sistem feodalisme di Indonesia karena tetap saja ada monopoli penguasaan dan pemilikan tanah yang mempertahankan masyarakat feodal lama dan hubungan penindasannya. Sewa tanah bukan merupakan profit atau laba yang didapat tuan tanah dari produksi pertanian. Karena di dalam produksi pertanian sistem feodalisme tanah bukan merupakan kapital, dan tuan tanah memperoleh sewa tanah dari produk lebih (surplus product) pertanian yang dikerjakan oleh petani secara cuma-cuma dan tanpa bekerja (petani yang bekerja mendapat hasil produksi, namun sebagian besar hasil panennya untuk tuan tanah feodal). Tuan tanah tidak perlu menanam modal dan berpartisipasi langsung dalam produksi namun akan mendapat bagian yang besar dalam produksi pertanian. Sewa tanah adalah pajak yang secara paksa ditetapkan oleh tuan tanah feodal karena monopoli penguasaan tanah tanpa kapital. Tanah berbeda dengan mesin produksi dalam sistem kapitalisme, karena mesin ketika dioperasikan oleh kelas proletar sanggup memproduksi barang yang menambah nilai baru dari kapital tersebut dan dan berkembang maju. Sedangkan tanah adalah sasaran kerja yang statis perkembangannya dan tidak akan bernilai baru walaupun telah dikerjakan oleh petani. Tuan tanah feodal memperluas penguasaan tanahnya melalui perampasan tanah (land grabbing) yang sebagian besar metodenya adalah kekerasan dan pemaksaan oleh alat kelasnya, yaitu mesin-mesin negara reaksioner. Karena adanya monopoli tanah, maka tanah menjadi terbatas dan menjadi komoditi di pasar. Monopoli tanah, sewa tanah, dan harga tanah menghambat produksi walaupun dalam masyarakat kapitalis. Di dalam sistem setengah feodal terdapat pertanian atau perkebunan yang dikelola secara hubungan produksi feodal dan ada pula yang secara hubungan produksi kapitalis. Hal ini yang menyebabkan adanya perbedaan tipe sewa tanah. Perbedaannya adalah bila sewa tanah feodal berbasis pada hubungan poduksi feodal, bentuk utamanya adalah produk lebih dalam sistem feodalisme, dan diproduksi tanpa investasi. Sedangkan dalam sewa tanah kapitalis adalah berbasis hubungan produksi kapitalis, hanya sebagian dari nilai lebih dan kuantitasnya ditentukan oleh laba, dapat diekstraksi (diperoleh secara berlebihan melalui penghisapan) dari penggunaan kapital dalam produksi. Maka dalam sewa tanah kapitalis, produksi selalu dipaksa untuk ditingkatkan agar mereka dapat mengutip pajak yang tinggi dari pertani atau buruh tani yang bekerja.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar